Breaking

Friday, December 4, 2020

AJARAN BUDI PEKERTI MENURUT FILSAFAT JAWA

BUDI PEKERTI DALAM FILSAFAT JAWA


Filsafat adalah pemikiran yang berkaitan dengan kepercayaan manusia terhadap kehidupan di dunia ini, terutama yang berkaitan dengan tujuan hidup, kebenaran, kebajikan, dan Tuhan (pusat kehidupan). Diketahui di dunia bahwa ada dua kelompok filosofis: barat (maksudnya Eropa sekitar) dan timur (yang terdiri atas India, Cina dan sekitarnya). Filsafat Barat lebih mengutamakan nalar atau rasio, sedangkan Filsafat Timur lebih mengutamakan olah rasa.

Orang Jawa sebagai bagian dari bangsa Ketimuran memiliki pandangan hidup yang disebut filsafat Jawa. Sejak jaman dahulu, sebelum masuknya agama apapun, banyak yang terlebih dahulu mencari jati diri yang terkenal dengan kepercayaan mereka pada animisme dan dinamisme. Kemudian datang pengaruh India dengan Hindu dan Budha yang memasuki pulau Jawa.

Selain itu, ada budaya Islam yang dibawa oleh orang Arab, serta Katolik dan Kristen Protestan yang dibawa oleh bangsa Eropa. Menurut Herusatoto (1983: 111) dikemukakan bahwa falsafah kehidupan masyarakat Jawa terjadi karena perkembangan budaya Jawa yang menyatukan falsafah Hindu dan falsafah Islam. Tradisi Jawa, kepercayaan Hindu, tasawuf atau mistisisme Islam, dan Islam menyatu dengan dunia pemikiran Jawa atau filsafat Jawa.

Hakikatnya filosofi Jawa adalah keberadaan pemikiran yang mengarah pada keselamatan dan harmoni. Semua pemikiran ini berfokus pada ngelmu kasampurnan atau ilmu kesempurnaan. Anda bisa melihat keberadaan Serat Dewa Ruci karya Raden Ngabehi Yasadipura I yang menggambarkan ilmu sangkan paraning dumadi sebagai perwujudan atau istilah lain dari ilmu kesempurnaan.

Masyarakat Jawa sangat dekat dengan ilmu kesempurnaan, tidak hanya melalui penulisan kembali karya sastra tetapi juga diadakan dalam pertunjukan wayang kulit atau pakeliran dengan lakon Dewa Ruci. Dalam peran Dewa Ruci ada tokoh Bima yang berguru kepada Pendeta Drona mencari ilmu kesempurnaan. Bima yang memiliki ketekunan kemudian dapat mencapai ilmu kesempurnaan yang diturunkan Dewa Ruci di tengah lautan. Pendapat yang sama adalah pendapat Kusbandrijo (dalam Setyodarmodjo, lkk, 2007: 13) bahwa filsafat Jawa juga menekankan pentingnya kesempurnaan hidup.

Mempraktekkan filosofi Jawa untuk budaya Jawa berarti mengejar kesempurnaan. Sehingga bisa dilakukan dengan amalan jiwa dan raga. Kusbandrijo (dalam Setyodarmodjo, lkk, 2007: 14) menguraikan pembagian filsafat Jawa menjadi tiga bagian yaitu metafisika, epistemologi, dan etika.

  • Metafisika Jawa memiliki poin-poin sebagai berikut: mengakui otoritas Tuhan, transendensi Tuhan di dunia dan manusia, dan dunia dan manusia sebagai bentuk persatuan yang disebut makrokosmos dan mikrokosmos.
  • Epistemologi Jawa adalah bagaimana mencapai tahap ekstase untuk mencapai tahap widya.
  • Etika Jawa adalah kehadiran keburukan dan kebaikan yang memberdayakan perilaku manusia dalam hubungannya dengan hadirat Tuhan.

Dalam kaidah etika Jawa merupakan pembahasan yang lebih bersifat khas tentang karakter tentang bagaimana orang Jawa berpikir dan bertindak. Bagi masyarakat Jawa juga memiliki poin tertentu untuk menentukan sifat dari perilaku baik dan buruk. Terlihat bahwa kearifan para ahli tidak selalu sama di setiap tempat. Budi pakerti terdiri dari dua kata yaitu budi dan pakerti.

Budi artinya akal atau pikiran (Poerwadarminta, 1939: 158), sedangkan pakerti artinya perbuatan atau kerja (Poerwadarminta, 1939: 1422). Menurut Santosa (2012: 19) karakter adalah tingkah laku, akhlak, atau akhlak. Kata budi artinya bila dikaitkan dengan masyarakat Jawa adalah semua budi pekerti, watak, atau akhlak yang menjadi inti dari masyarakat adat yang tinggal di pulau Jawa.

Pemikiran tentang moral atau pergaulan masyarakat Jawa terkait dengan falsafah atau kehidupan masyarakat Jawa dapat dikelompokkan dalam empat pemikiran. Menurut Santosa (2012: 19) kehidupan masyarakat Jawa empat bertemu.

  • kolektivisme (kebersamaan)
  • spiritualisme (spiritual)
  • kemanusiaan
  • relativisme (tidak wajib)

Tiga kolektivisme, spiritual, dan aksi kemanusiaan bisa dilihat dari perilaku dan tradisi orang Jawa seperti adanya tradisi orang mati dan rukun tetangga (RT). Pengamat relativisme dapat dilihat dari kenyataan bahwa bener durung methi pener, salah durung mesthi kalah, lan becik bisa kuwalik yang maksudnya suatu kebenaran tidak selalu benar bila digunakan dalam konteks atau situasi lain. (*)

No comments:

Post a Comment