Pranatacara
adalah salah satu keterampilan berbicara dalam bahasa Jawa. Sebenarnya setiap
bahasa pasti mengenal keterampilan berbicara, walaupun dengan nama yang
berbeda. Khusus dalam bahasa Jawa keterampilan berbicara terdiri atas beberapa
jenis, misalnya pranatacara, sesorah, dan medhar sabda.
Pranatacara
dalam bahasa Indonesia bisa disebut dengan pembawa acara. Istilah lain
pranatacara, antara lain pranata adicara,
pambiwara, dan pambyawara. Beberapa
syarat menjadi pranatacara bisa dibaca dalam ulasan berikut ini.
OLAH SWARA
Olah swara
adalah bentuk latihan yang digunakan untuk mendapatkan suara yang baik bagi
pranatacara. Suara yag baik bagi pranatacara disebut gandhang, yaitu tidak
berisik, ulem atau enak untuk
didengarkan, penuh kewibawaan, dan menunjukkan kepribadian. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam melakukan olah swara.
Logat atau Accentuation
Suara
pranatacara tidak boleh tercampur dengan logat atau dialek, karena bahasa yang
digunakan oleh pranatacara harus baku. Bahasa baku yang digunakan oleh
pranatacara adalah bahasa Jawa yang digunakan di daerah Surakarta dan
Yogyakarta. Walaupun begitu ketika dalam kondisi santai boleh sesekali
pranatacara memakai logat atau dialek untuk mencairkan suasana.
Pocapan atau Articulation
Pocapan adalah
kejelasan artikulasi dalam ucapan pranatacara. Semua ucapan yang dilisankan
oleh pranatacara harus disampaikan dengan benar, termasuk bunyi vokal dan
konsonan. Pranatacara tidak boleh menggunakan artikulasi bindheng dan cedhal atau
cadel.
Napas atau Breath
Pernapasan dalam
melaksanakan tugas sebagai pranatacara tidak boleh memaksa. Maksudnya adalah
pernapasan harus normal atau stabil, tidak boleh terlihat terengah-engah. Cara
supaya pernapasan bisa normal yaitu dengan cara berdiri tegak, rileks atau
santai, dan berpakaian longgar,
Kecepatan atau Speed dan Intonasi atau Intonation
Pranatacara
harus memperhatikan kecepatan dan intonasi dalam berbicara, misalnya pada acara
resmi (penganten, kesripahan, dan pahargyan) sebaiknya menggunakan suara
rendah dan pelan, sedangkan untuk acara hiburan sebaiknya menggunakan suara
tinggi dan cepat.
Kajiwan atau Empati
Suara yang
diucapkan oleh pranatacara harus bisa menyesuaikan dengan kondisi kejiwaan
dalam acara yang dibawakan. Pranatacara harus bisa mengidentifikasi suasana
dalam acara, sehingga bisa menentukan suara yang digunakan, misalnya susah dan
senang.
Laguning Ukara atau Infleksi
Pranatacara
sebaiknya memiliki pengetahuan kosakata yang luas, sehingga tidak sering
mengulang-ulang kata atau kalimat yang sudah digunakan di bagian sebelumnya.
Kata dan kalimat yang sering diungkapkan akan menyebabkan redudansi.
Pranatacara juga perlu memperhatikan pemberhentian kalimat atau infleksi.
Pranatacara |
OLAH RAGA DAN BUSANA
Peribahasa Jawa yang sesuai dengan pranatacara adalah ajining dhiri ana ing lathi, ajining raga ana ing busana. Pranatacara akan terlihat lebih berwibawa jika memperhatikan kepantasan berbusana dan perawakan. Berikut ini cara olah raga yang bisa dilakukan oleh pranatacara.
- Magatra: badan, perwajahan, dan cara memakai busana, pantesdan tidak
dibuat-buat.
- Malaksana: cara berjalan luwes dan tidak ragu-ragu.
- Mawastha: berdiri tegak tidak miring.
- Maraga: manteb, tenang, tidak gemeter, menghadap ke depan, gerak
tangan menunjukkan kejelasan dalam berucap.
- Malaghawa: terampil, lancar, dan tidak terlalu pelan atau cepat.
- Matanggap: tanggap dengan suasana, kalau keadaan membutuhkan suasana
sepi maka harus bisa tenang dan khidmat, sedangkan dalam suasana gembira harus
bisa menyesuaikan dengan keceriaan.
- Mawwat: manteb, mungkasi adicara kanthi sampurna kaya dene pangajabe
kang duwe adicara.
OLAH BASA DAN SASTRA.
Pranatacara
harus terampil merangkai kata, unggah-ungguh basa Jawa, bahkan menggunakan basa rinengga atau gaya bahasa. Basa
rinengga dalam bahasa Jawa biasanya diis menggunakan bahasa Kawi, yaitu bahasa
Jawa kuna yang juga sering digunakan dalam cerita pedalangan atau pewayangan.
Pranatacara juga biasa menggunakan purwakanthi
untuk memperindah bahasa dan sastra yang digunakan.
OLAH JIWA
Olah jiwa
berhubungan dengan hal-hal tidak kasad mata dari seorang pranatacara, misalnya
mental, bersikap tawajuh, dan samapta. Semua itu harus diolah untuk menjadi
seorang pramanatacara yang baik dan murakabi.
Berikut ini persiapan olah jiwa yang harus dilalui oleh pranatacara.
Mental
Seorang
pranatacara harus memiliki mental yang kuat, karena dia harus berdiri di depan
orang banyak dan diharapkan bisa murakabi
atau bermanfaat bagi semuanya. Semua itu bisa dilakukan dengan cara banyak
melaksanakan latihan atau gladhen secara rutin. Gladhen bisa dilakukan secara
dua tahap atau bagian, yaitu gladhen simulasi dan gladhen sesungguhnya. Gladhen
simulasi dilakukan dengan cara berlatih menerima tamu yang hadir, sedangkan
gladhen sesungguhnya dilakukan dengan cara berdiri di samping pranatacara
profesional ketika melaksanakan tugas di setiap acara.
Tawajuh
Tawajuh adalah
sikap disiplin yang harus dimiliki oleh pranatacara. Disiplin kuncinya yaitu
penghargaan bagi waktu yang dimiliki. Pranatacara harus datang sebelum para
tamu datang, sehingga dia bisa menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan ketika
melaksanakan tugas sebagai pranatacara. Bagi pranataraca melaksanakan tugas
sebagaimana yang diinginkan oleh pihak tuan rumah atau orang yang mengundang
itu sebagai bentuk keharusan. Pranatacara ketika selesai acara harus pulang
paling akhir dan memastikan kalau acara sudah berjalan dengan baik atau paripurna.
Samapta atau Kesiapan
Samapta artinya
siap, maksudnya seorang pranatacara harus mempunyai kesiapan diri pribadi,
penampilan busana, dan acara yang akan dipandunya. Pranatacara harus
mengusahakan ketika pelaksanaan acara dalam kondisi sehat, sehingga tidak
mencari pengganti orang lain untuk menggantikan tugasnya sebagai pranatacara.
Cukup sekian pembahasan mengenai pranatacara dan pamedhar
sabda ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Mari terus melestarikan budaya
Jawa sebagai warisan leluhur bangsa! (*)
Keterangan: pranatacara dan pamedhar sabda
memiliki kedudukan hampir sama, sehingga pembahasan ini bisa juga digunakan
untuk berlatih sebagai pamedhar sabda atau berpidato.
No comments:
Post a Comment