Mari kita lebih mendalam mengenal konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara (KHD) dengan merenungkan beberapa refleksi berikut ini:
PENGANTAR
Implementasi pemikiran Ki Hajar Dewantara "Ing ngarsa
sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" bagi
pendidik mencakup menjadi teladan yang inspiratif bagi murid-murid, membangun
semangat belajar dan pengembangan diri di dalam dan di luar kelas, serta
memberikan bimbingan serta dukungan yang berkelanjutan kepada siswa-siswa agar
dapat mencapai potensi maksimal mereka.
Melalui memberikan contoh yang baik, memotivasi semangat
belajar, dan memberikan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan, pendidik dapat
mewujudkan visi Ki Hajar Dewantara dalam membentuk generasi yang berintegritas,
mandiri, dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
POTRET PENDIDIKAN INDONESIA SEJAK ZAMAN KOLONIAL HINGGA KINI
Potret pendidikan Indonesia sejak zaman kolonial hingga kini
Bagian yang menarik dari video tersebut adalah runtutan sejarah mengenai
perkembangan pendidikan di Indonesia. Pada mulanya pensisikan pada zaman
kolonoal yang membatasi akses pendidikan bagi rakyat Indonesia.
Tujuan pendidikan pada saat itu masih sangat pragmatis yang
hanya demi kepentingan pihak-pihak tertentu, terutama adalah pihak kolonial dan
kelompok-kelompok khusus saja. Setelah Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman
Siswa di Yogyakarta, baru memunculkan dasar filosofi baru mengenai pendidikan
di Indonesia. Pendidikan dilaksanakan lebih visioner dengan landasan filosofi
kemerdekaan.
Sehingga semua rakyat Indonesia berhak mendapatkan pendidikan
yang layak demi kehidupan seutuhnya sebagai insan manusia yang mandiri.
Persamaan yang mendasar pada sistem pendidikan era kolonial dan era sat ini
adalah belum meratanya manfaat pendidikan bagi rakyat Indonesia.
TANGGAPAN REFLEKTIF
Dalam konteks perkembangan pendidikan di Indonesia, dari
zaman kolonial hingga perubahan yang diinisiatif oleh Ki Hajar Dewantara
melalui lembaga pendidikan Taman Siswa, terjadi transformasi yang signifikan.
Pada masa kolonial, pendidikan diatur secara terpusat dengan tujuan mencetak
tenaga kerja terampil untuk memenuhi kebutuhan pemerintah kolonial Belanda.
Namun, dengan kehadiran Ki Hajar Dewantara dan pendirian
Taman Siswa pada tahun 1922, terjadi perubahan paradigma. Dewantara
memperjuangkan pendidikan yang merdeka dan berbasis kearifan lokal, yang
menekankan pentingnya pembentukan karakter dan kemandirian individu.
Melalui Taman Siswa, Dewantara memperluas akses pendidikan
bagi masyarakat, khususnya yang kurang beruntung, serta menekankan nilai-nilai
moral dan patriotisme. Harapannya adalah agar pendidikan tidak hanya
menghasilkan individu yang terampil secara akademis, tetapi juga memiliki
kepekaan sosial, kemandirian, dan rasa cinta tanah air.
KERANGKA PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA
Dalam pidatonya di Senat Universitas Gadjah Mada (UGM), Ki
Hajar Dewantara mengutip Serat Sastra Gending karya Sultan Agung dari Kerjaan
Mataram untuk mengilustrasikan pentingnya pendidikan sebagai fondasi bangsa
yang kuat. Beliau menekankan bahwa pendidikan harus mempersiapkan generasi yang
tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki kebijaksanaan,
keberanian, dan semangat untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa.
Dengan mengutip karya Sultan Agung, beliau menyuarakan
pentingnya pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada kecerdasan
intelektual, tetapi juga moral dan karakter. Pidato ini mencerminkan visi
beliau dalam membangun sistem pendidikan yang merdeka, inklusif, dan berbasis
nilai-nilai kebangsaan.
ASAS PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA
Ki Hajar Dewantara mengembangkan konsep pendidikan yang
melampaui sekadar mengajar, tetapi juga mendidik secara holistik. Baginya,
pendidikan tidak hanya tentang transfer pengetahuan, tetapi juga membentuk
karakter dan kemampuan individu untuk berkontribusi pada masyarakat.
Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya memahami kebutuhan,
minat, dan potensi unik setiap siswa, serta memberikan pendekatan yang inklusif
dan berpusat pada siswa dalam proses belajar mengajar. Relevansinya terletak
pada pengakuan akan pentingnya mempersiapkan siswa untuk menjadi individu yang
berbudaya, mandiri, dan bertanggung jawab, sesuai dengan tuntutan zaman dan
kebutuhan masyarakat.
DASAR DASAR PENDIDIKAN YANG MENUNTUN
Dalam konsepnya, Ki Hajar Dewantara meyakini bahwa anak-anak
memiliki potensi yang masih perlu ditemukan dan dikuatkan melalui pengalaman
sosial dan budaya. Oleh karena itu, pendidikan seharusnya memperkaya pengalaman
anak dengan nilai-nilai budaya lokal dan pengalaman sosial yang memperkuat
identitas mereka. Konsep ini menyoroti pentingnya lingkungan sosial dan budaya
dalam membentuk individu yang kokoh secara psikologis dan moral.
Dengan memperkuat identitas dan nilai-nilai kodrat anak
melalui pengalaman sosio-kultural, Selanjutnya seluruh siswa akan tumbuh
menjadi individu yang memiliki kedalaman makna, kemandirian, dan keberanian
untuk menghadapi tantangan kehidupan.
KODRAT ALAM DAN KODRAT ZAMAN
Ki Hajar Dewantara (KHD) memandang bahwa dasar pendidikan
anak haruslah berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman agar relevan
dengan kebutuhan masa kini. Pendidikan harus memperhatikan kodrat alamiah anak,
yakni potensi bawaan yang dimilikinya, serta kondisi zaman di mana anak
tersebut tumbuh.
Hal ini menekankan perlunya pendidikan yang tidak hanya
mengajarkan materi kurikuler, tetapi juga memperhatikan perkembangan fisik,
mental, dan emosional anak secara holistik. KHD menyadari bahwa pendidikan yang
relevan dengan kodrat alam dan kodrat zaman akan lebih mampu membentuk individu
yang siap menghadapi tantangan dan menjadi bagian yang aktif dalam dinamika
masyarakat.
Oleh karena itu, pendidikan harus mampu menyesuaikan diri
dengan perkembangan zaman serta mendorong anak-anak untuk mengembangkan potensi
alamiah mereka secara optimal.
BUDI PEKERTI
Menurut Ki Hajar Dewantara, budi pekerti tidak hanya terbatas
pada perilaku, tetapi juga melibatkan pemahaman dan pengalaman yang mendalam.
Konsep ini mencerminkan bahwa pendidikan yang holistik harus menggabungkan
pengembangan kognitif (cipta), afektif (karsa), dan psikomotorik (karya) pada
setiap aspek pembelajaran.
Artinya, siswa tidak hanya belajar untuk memahami konsep,
tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai, sikap, dan emosi yang baik, serta
mampu mengaplikasikannya dalam tindakan nyata. Dengan demikian, implementasi
konsep ini tidak hanya menciptakan siswa yang cerdas secara intelektual, tetapi
juga memiliki moralitas yang kuat, kemandirian, dan kreativitas untuk
menghasilkan karya yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat.
INTERPRETASI PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA
Pendidikan tidak boleh dipisahkan dari aspek kebudayaan,
karena keduanya saling terkait dan mempengaruhi. Ki Hajar Dewantara percaya
bahwa pendidikan yang efektif haruslah mencerminkan nilai-nilai, tradisi, dan
kearifan lokal.
Melalui pendidikan yang berbasis budaya, siswa dapat mengembangkan
rasa kebanggaan terhadap warisan budaya mereka, sekaligus memahami dan
menghargai keberagaman dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsepsi ini membawa dampak positif dalam
memperkuat identitas budaya, membangun kesadaran akan pluralisme, serta
mempersiapkan generasi muda untuk menjadi warga negara yang berbudaya dan
bertanggung jawab.
PENUGASAN (REFLEKSI DIRI)
Penugasan bisa dilihat melalui link berikut ini:
https://drive.google.com/file/d/1-KIVIoIhGvrTLORU7biAnkk1056dhhmg/view?usp=drive_link
Atau scan barcode
QR berikut ini:
PENUTUP
Refleksi diri saya sebagai seorang pendidik tentang pemikiran
Ki Hajar Dewantara (KHD) menghadirkan kesadaran akan pentingnya pendidikan yang
merdeka, inklusif, dan berpusat pada siswa. Melalui pemikiran KHD, saya
memahami bahwa pendidikan tidak hanya tentang mentransfer pengetahuan, tetapi
juga membentuk karakter dan kemandirian individu.
Saya merenungkan bagaimana saya dapat menjadi agen perubahan
dalam menciptakan lingkungan belajar yang memperkaya pengalaman siswa dengan
nilai-nilai budaya lokal, memperhatikan kebutuhan dan potensi unik mereka,
serta memotivasi mereka untuk berkontribusi pada masyarakat.
Refleksi ini akan mendorong saya untuk terus meningkatkan
praktik mengajar saya, mengintegrasikan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh
KHD, dan menginspirasi siswa untuk menjadi individu yang berbudaya, mandiri, dan
bertanggung jawab sesuai dengan visi besar pendidikan yang diwariskan oleh KHD.
Keterangan:
Tulisan ini hanya
sebagai bahan referensi, bukan rujukan utama dalam menjawab.
Pada akhir refleksi ini, kita perlu menyadari bahwa sebagai pendidik, kita memiliki tanggung jawab besar untuk membentuk masa depan generasi muda. Dengan memperkuat komitmen dan dedikasi dalam mengikuti jejak Ki Hajar Dewantara, kita yakin bahwa melalui upaya nyata dan integritas dalam mengajar, kita dapat menjadi agen perubahan yang memberikan dampak positif bagi siswa dan masyarakat. (*)
No comments:
Post a Comment