Breaking

Friday, June 12, 2020

KI MANTEB SOEDHARSONO DALANG SETAN

Ki Manteb Soedharsono Dalang Oye

Ki Manteb Soedharsono yang merupakan dalang kondang yang sudah dikenal di Indonesia, maupun di luar negeri. Menurut riwayat hidup Ki Manteb Soedharsono, beliau sudah menggeluti dunia pedalangan sejak kecil. Ki Manteb Soedharsono adalah anak dari keluarga seniman wayang kulit, yaitu ayahnya seorang dalang kondang bernama Ki Hardjo Brahim Hardjowiyono dan ibunya seorang pesinden dan niyaga. Kedua kakek Ki Manteb Soedharsono juga merupakan dalang kondang, yaitu Ki Djarot Hardjowiguno dari garis keturunan ayah dan Ki Gunawan Gunowihardjo dari garis keturunan ibu.

 

PERJUANGAN MENUJU POPULARITAS

Ki Manteb Soedharsono tidak mengandalkan bahwa dirinya adalah anak seorang dalang dan hanya berlatih bersama ayahnya. Ki Manteb Soedharsono sempat nyantrik (berguru) kepada dalang-dalang terkenal, di antaranya Ki Narto Sabdo dan Ki Sudarman Gondodarsono. Dasar menjadi cantrik (siswa) adalah karena kekagumannya terhadap keterampilan atau pengetahuan istimewa yang dimiliki oleh dalang tersebut yang diharapkan bisa dimilikinya pula. Pada tahun 1978-1982 Ki Manteb Soedharsono nyantrik kepada Ki Narto Sabdo mengenai teknik menyimping wayang, berlatih keprakan, menabuh ricikan gamelan, sanggit lakon, dan garap gending. Ki Manteb Soedharsono juga nyantrik kepada Ki Sudarman Gondodarsono dalam hal sabet pada tahun 1974.

Pergelaran wayang kulit Ki Manteb Soedharsono mulai populer pada awal tahun 1980-an. Kepopuleran Ki Manteb Soedharsono ini beriringan dengan Ki Anom Suroto dan setelah meninggalnya Ki Narto Sabdo. Pada tahun 1990 kepopuleran Ki Manteb Soedharsono sudah melebihi Ki Anom Suroto, karena keahlian Ki Manteb Soedharsono dalam menggerakkan wayang kulit (sabetan) dan menyisipkan humor (guyonan) dalam pergelaran wayang kulitnya. Ki Manteb Soedharsono tidak selalu terikat pada bentuk pergelaran wayang kulit klasik, namun juga mengembangkan bentuk pergelaran wayang kulit garapan semalam dan pakeliran padat.

Dalam pergelaran wayang kulitnya, Ki Manteb Soedharsono banyak memasukkan inovasi, di antaranya (1) penggunaan blencong yang berwarna-warni, (2) memadukan gamelan dengan peralatan musik modern misalnya triangle, terompet, dan efek musik, (3) mengemas pergelaran wayang kulitnya dengan perpaduan budaya daerah lain misalnya gaya pedalangan wayang kulit Yogyakarta dan Banyumas, musik Banyuwangi, Sunda, maupun keroncong, serta (4) penggunaan berbagai bentuk wayang kulit.

 

PRESTASI KI MANTEB SOEDHARSONO

Ki Manteb Soedharsono adalah sosok yang gigih, terampil, kreatif, dan inovatif, sehingga dirinya dikenal oleh masyarakat sebagai dalang kondhang dan mendapatkan berbagai penghargaan. Prestasi yang sudah diraih oleh Ki Manteb Soedharsono tidak hanya dalam seni pedalangan, namun juga dalam bidang yang lain. Ki Manteb Soedharsono telah meraih penghargaan di bidang seni pedalangan sebagai berikut

  1. Menerima Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden Soeharto pada tahun 1995
  2. Mewakili dalang Indonesia mendapatkan UNESCO Award di Perancis pada tahun 2004
  3. Memecahkan rekor MURI dengan mendalang selama 24 jam 28 menit pada tahun 2004
  4. Menerima penghargaan Sang Maestro dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2009,
  5. Menerima penghargaan Nikkei Asia Price di Jepang pada tahun 2010.

Prestasi yang diraih oleh Ki Manteb Soedharsono di luar seni pedalangan, antara lain bidang pendidikan dengan mendirikan Sekolah Menengah Atas Bung Karno pada tahun 1999, bidang agama dengan mendirikan Masjid Sujud di Desa Karangpandan Kabupaten Karanganyar, dan membangun jalan raya dari Tawangmangu ke Desa Karangpandan dengan aspal.


Ki Manteb Soedharsono Terampil Menggerakkan Wayang

GAYA PEDALANGAN

Gaya pedalangan dan ciri khas Ki Manteb Soedharsono dalam pergelaran wayang kulit yang dipentaskan, yaitu memadukan gaya Surakarta dan Yogyakarta. Beberapa struktur pergelaran gaya Surakarta dan Yogyakarta menunjukkan perbedaan, antara lain gaya Surakarta memiliki adegan perang yang bisa terus-menerus, sedangkan gaya Yogyakarta memiliki adegan jejeran yang bisa terus-menerus, dan gaya Yogyakarta harus ada adegan gara-gara, sedangkan gaya Surakarta harus ada adegan perang kembang.

Gaya pedalangan Ki Manteb Soedharsono dilakukan mirip dengan pakeliran yang telah diterapkan oleh gurunya, yaitu Ki Narto Sabdo pada tahun 1980-an. Keterpaduan gaya Surakarta dan Yogyakarta itu dapat dicermati dalam adegan gara-gara yang menggunakan adegan gaya pedalangan Mataraman lengkap. Pakeliran tersebut merupakan inovasi dalam pergelaran wayang kulit, sehingga bisa memadukan kedua gaya pedalangan yang dipandang saling bersaing. Ki Manteb Soedharsono juga terkenal dengan dalang sabet yang terampil menggerakkan wayang, sehingga oleh penggemarnya diberi sebutan dalang setan. (*)

No comments:

Post a Comment