Breaking

Wednesday, March 27, 2024

KESIMPULAN DAN REFLEKSI MODUL 1.1 CGP: MENGGALI FILOSOFI KI HAJAR DEWANTARA DALAM KONSTRUKSI PEMBELAJARAN BAHASA JAWA

Koneksi Antar Materi Guru Penggerak


Konsep konstruksi pembelajaran yang mendalam dengan mengadopsi filosofi Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia yang sangat dihormati. Filosofi ini tidak hanya menekankan pada pemberian pengetahuan, tetapi juga memberikan pijakan bagi pengembangan karakter dan kepribadian siswa.

 

Meskipun kekayaan filosofi dan prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantara telah menjadi bagian integral dari warisan budaya Indonesia, sayangnya masih ada lembaga pendidikan yang belum mengadopsi konstruksi pembelajaran yang sesuai dengan nilai-nilai yang beliau ajarkan. Fenomena ini menunjukkan adanya tantangan yang beragam dalam mengintegrasikan filosofi Ki Hajar Dewantara ke dalam sistem pendidikan saat ini.

 

Kurangnya pemahaman mendalam mengenai konsep-konsep yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara menjadi kendala utama. Banyak guru dan pengambil kebijakan pendidikan yang belum sepenuhnya memahami makna dan relevansi dari prinsip-prinsip seperti "ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani". Akibatnya, implementasi filosofi ini dalam praktik pembelajaran sering kali terabaikan atau disalahartikan.

 

Selain itu, tekanan dari tuntutan kurikulum nasional yang seringkali lebih menekankan pada penguasaan materi akademis daripada pengembangan karakter dan kepribadian juga menjadi faktor penyebab rendahnya adopsi konstruksi pembelajaran yang sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara. Hal ini menimbulkan dilema antara memenuhi standar akademis yang ditetapkan dan memberikan ruang bagi pengembangan nilai-nilai kemanusiaan yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara.

 

Bayangkan seorang siswa duduk di bangku sekolah, menerima pengajaran yang berfokus pada hafalan dan penilaian berbasis tes. Hal itu tanpa tersadar terjadi sebelum mempelajari modul 1.1 mengenai Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara. Praktik pembelajaran memberikan penekanan yang kuat pada materi akademis, tetapi jarang sekali membahas nilai-nilai seperti kejujuran, kerja sama, dan tanggung jawab yang merupakan inti dari pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara. Dalam kelas-kelas ini, siswa belajar bagaimana mempelajari konsep-konsep Bahasa Jawa secara ilmiah, tetapi jarang sekali mendapat kesempatan untuk mengembangkan kepemimpinan, empati, atau kemampuan berpikir kritis.

 

Di samping itu, perhatikan pula suasana di ruang guru dan ruang rapat sekolah. Meskipun poster-poster dengan kutipan-kutipan inspiratif Ki Hajar Dewantara menghiasi dinding, namun seringkali gagasan-gagasan tersebut hanya menjadi dekorasi tanpa pengaruh yang nyata dalam pola pikir dan tindakan para pemangku kebijakan pendidikan. Keputusan-keputusan penting masih sering diambil berdasarkan pertimbangan administratif atau kebutuhan praktis, tanpa memperhitungkan dampaknya terhadap pengembangan karakter dan moralitas siswa.

 

Dengan demikian, perlu adanya upaya yang lebih besar dalam menyelaraskan visi pendidikan nasional dengan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Ki Hajar Dewantara. Dengan cara ini, sistem pendidikan Indonesia dapat lebih efektif menciptakan lingkungan belajar yang berorientasi pada pengembangan karakter, kepemimpinan, serta kepedulian sosial sesuai dengan filosofi pendidikan yang telah diteladani oleh salah satu tokoh pendidikan terkemuka di Indonesia ini.

 

Melalui pendekatan ini akan dibahas bagaimana prinsip-prinsip Ki Hajar Dewantara dapat diterapkan dalam desain pembelajaran modern untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, berdaya guna, dan berbudaya. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dan universal, pembaca akan mendapatkan wawasan yang mendalam tentang bagaimana membangun pendidikan yang berdampak positif bagi masyarakat secara keseluruhan.


Dalam meniti perjalanan pendidikan, salah satu mata pelajaran yang memegang peran penting dalam membentuk identitas budaya dan karakter siswa adalah Bahasa Jawa. Dalam konteks ini, harapan-harapan untuk implementasi filosofi Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran Bahasa Jawa menjadi kunci dalam membangun jiwa dan karakter siswa secara holistik.


 

Menggali Kearifan Budaya Melalui Sastra Jawa

Penerapan filosofi Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran Bahasa Jawa mengajak siswa untuk menggali kekayaan budaya melalui sastra Jawa. Melalui pembacaan dan analisis karya sastra Jawa klasik seperti Serat Wulangreh karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV dan Serat Wedhatama karya KGPAA Mangkunegara IV, siswa tidak hanya belajar tentang struktur bahasa, tetapi juga memahami nilai-nilai budaya yang tercermin dalam karya-karya tersebut. Sehingga, pembelajaran Bahasa Jawa tidak sekadar menjadi proses akademis, tetapi juga menjadi wahana penanaman karakter dan moralitas yang kuat.

 

Pembelajaran Berbasis Pengalaman

Konstruksi pembelajaran yang menerapkan filosofi Ki Hajar Dewantara juga menekankan pembelajaran berbasis pengalaman. Guru Bahasa Jawa dapat mengundang tokoh masyarakat atau seniman lokal untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan mereka tentang budaya Jawa. Selain itu, kegiatan kunjungan ke tempat-tempat bersejarah atau partisipasi dalam kegiatan seni tradisional juga menjadi bagian penting dalam pembelajaran Bahasa Jawa. Harapannya, siswa tidak hanya belajar tentang Bahasa Jawa dari buku teks, tetapi juga merasakan kehidupan dan kebudayaan Jawa secara langsung.

 

Pengembangan Kreativitas Melalui Karya Tulis

Filosofi Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya pengembangan kreativitas setiap individu. Dalam pembelajaran Bahasa Jawa, siswa didorong untuk mengekspresikan ide dan pengalaman mereka melalui berbagai bentuk karya tulis. Guru memberikan dukungan dan bimbingan dalam proses penciptaan karya tulis, sehingga siswa dapat mengembangkan keterampilan menulis mereka sekaligus mengekspresikan ide dan nilai-nilai yang mereka yakini.

 

Melalui implementasi filosofi Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran Bahasa Jawa, pendidikan tidak hanya menjadi proses akademis, tetapi juga menjadi wahana untuk membangun jiwa dan karakter siswa. Dengan menggali kekayaan budaya melalui sastra Jawa, memberikan pengalaman langsung tentang budaya Jawa, dan mengembangkan kreativitas melalui karya tulis, pembelajaran Bahasa Jawa menjadi lebih berarti dan relevan bagi siswa. Dengan demikian, mereka tidak hanya menjadi mahir dalam berbahasa Jawa, tetapi juga memiliki jiwa yang kuat, penuh dengan nilai-nilai luhur yang diperjuangkan oleh Ki Hajar Dewantara. (*)

No comments:

Post a Comment