Breaking

Friday, June 12, 2020

MEMPERTAHANKAN KEBENARAN MELALUI PERANG SUCI

Keluarga Pandawa

Pupuh 1-8: diawali dengan peristiwa kunjungan Kresna ke tempat Kurawa di Astina atau Gajahwaya sebagai duta para Pandawa untuk memutuskan pembagian Kerajaan Astina. Penyelesaian ada dua cara, yaitu kekeluargaan dan peperangan. Kurawa memilih cara perang. Sumber cerita Udyogaparwa.

Pupuh 9: menceritakan para Pandawa dan Kurawa siap-siap berperang di Kurusetra. Para Pandawa dan Kurawa membangun pasanggrahan (penginapan).

Pupuh 10: menceritakan Bhagawan Bhismayang diangkat sebagai pimpinan perang oleh Kurawa. Dalam pupuh ini ada ajaran Bhagawagita, dilanjutkan keadaan peperangan pada tahap awal.

Pupuh 11-12: ceritanya mengenai Bhagawan Bhisma yang kalah di peperangan karena terkena panah Wara Srikandi. Semua badan terkena panah, sehingga walaupun tergeletak namun tidak menyentuh tanah.

Pupuh 13–14: ceritanya mengenai gugurnya Abhimanyu dengan cara karanjap oleh para Kurawa karena Bhima dan Arjuna tidak ada di tempat peperangan.

Pupuh 15-17: pupuh ini menceritakan mengenai gugurnya Bhurisrawa. Dalam perang Bharatayuda, Bhurisrawa bermusuhan dengan Setyaki.

Pupuh 18-19: menceritakan peperangan Karna dengan Ghatotkaca. Dalam peperangan, Ghatotkaca kalah dan gugur.

Pupuh 20: menceritakan mengenai gugurnya Pandhita Drona yang dibunuh oleh Drrstayumna. Gugurnya Pandhita Drona dengan cara siasat Kresna yang mengatakan Aswattama meninggal, walaupun sesungguhnya yang meninggal itu seekor gajah.

Pupuh 21-22: menceritakan Karna yang diangkat sebagai senapati Kurawa.

Pupuh 23-24: mengenai para Pandawa yang menjenguk Bhagawan Bhisma dan memperoleh nasihat.

Pupuh 25-29: menceritakan diangkatnya Salya sebagai kusir dari Karna. Dalam peperangan Karna menunjukkan keberaniannya sebagai satria yang membela negaranya. 

Pupuh 30-33: menceritakan peperangan antara Arjuna melawan Karna. Selanjutnya diakhiri dengan kematian Karna karena terkena panah Arjuna.

Pupuh 34–42: mengenai Salya yang diangkat menjadi senapati Kurawa. Sebelum berangkat perang, Salya berpamitan dengan istrinya yaitu Satyawati. Dalam peperangan Salya gugur oleh Yudhistira.

Pupuh 43-45: menceritakan perang antara Bhima dan Sekuni yang dimenangkan oleh Bhima. Dilanjutkan dengan Satyawati yang mencari Salya yang sudah gugur.

Pupuh 46–49: menceritakan keadaan perang antara Bhima dan Duryodhana. Dalam peperangan itu, Duryodhana kalah dan gugur.

Pupuh 50-51: menceritakan para Pandawa yang menuju ke pemandian untuk menebus kesalahan. Ketika itu keluarga yang ditinggal, dibunuh oleh Aswattama dan selanjutnya ketika Pandawa pulang maka Aswattama dapat dibunuh.


Keluarga Kurawa

NILAI-NILAI DALAM KAWAWIN BHARATHAYUDDHA

Nilai-nilai dalam kakawin Bharathayuddha ini dianalisis menggunakan teori sosiologi sastra. Nilai-nilai tersebut seperti yang disampaikan berikut ini.

 

Hubungan Kekeluargaan

Hubungan kekeluargaan itu ditunjukkan oleh Pandawa dan Kurawa. Pandawa itu merupakan putra dari Prabu Pandu dan Kurawa merupakan putra Adipati Dhrtarastra. Kedua tokoh tersebut merupakan putra dari Begawan Abiyasa. Selain tokoh itu, ada tokoh Kresna yang juga saudara mereka. Kresna merupakan putra Prabu Basudewa yang juga kakak Dewi Kunti, yaitu ibu Pandawa.

 

“Krsna menuju Gajahwaya, mewakili para Pandawa dalam perundingan dengan para Korawa mengenaituntutan mereka akan bagian kerajaan. Setibanya di sana baik kota maupun alam raya kelihatan sedih dan kecewakarena Arjuna tidak turut serta (1.7-16). Ketujuh rsi dari surga menantikan kedatangannya dan diajak agar turut dalam keretanya. Raja Dhrtarastra mengeluarkan perintah, agar segala sesuatu dipersiapkan dan dihias untuk menyambut tamu agung. Pelukisan mengenai wanita-wanita yang tergesa-gesa keluar dari rumahnya ingin melihat Krsna (2.1-10). Di kraton disiapkan suatu perjamuan, tetapi Krsna menolak segala hadiah dan makanan dari Duryodhana; ia berkata bahwa seorang duta baru dapat menerima itu bila misinya sudah berhasil. Yang pertama-tama dikunjunginya ialah bibinya yang bernama Kunti, ibu para Pandawa. Kunti merasa gembira karena kunjungan ini, tetapi sekaligus ia juga sedih, karena kedatangan Krsna menghidupkan kembali ingatan akan putera-puteranya yang selama tiga belas tahun terpisah dari ibu mereka. Krsna menghibur bibinya, lalu meninggalkannya untuk mengunjungi Widura (3.1-4.3)”.

 

Data tersebut menunjukkan kegiatan Kresna dalam mengemban misi menjadi duta para Pandawa. Kresna sebelum datang ke Astina untuk menemui Kurawa, dia mengunjungi Dewi Kunti sebagai bibinya. Tidak hanya itu, Kresna juga mengunjungi Widura, yaitu pamannya. Widura merupakan adik dari Dhrtarastra  dan Pandu. Hal tersebut menunjukkan persaudaraan antara Pandawa dan Kurawa beserta anggota keluarga lainnya.

 

Bela Negara

Sikap bela negara bagi seorang kesatria merupakan hal wajib untuk dilakukan. Kakawin Bharatayuddha menceritakan sikap-sikap kesatria yang dilakukan oleh Pandawa dan Kurawa dalam perang di Kurusetra. Peperangan tersebut merupakan kodrat dari Tuhan untuk mereka, yaitu sebagai lambang kebaikan dengan keburukan. Perang Baratayuda mempunyai aturan-aturan khusus, sehingga dalam peperangan itu semua satria akan bisa menunjukkan bahwa mereka itu seorang kesatria sejati atau hanya seorang pecundang.

 

“Arjuna sangat sedih karena harus memerangi saudara-saudaranya sendiri beserta para gurunya, tetapi Krsna memperingatkannya akan tugas kewajibannya selaku seorang ksatriya. Kemudian Yudhistira tampil ke depan, sendirian dan sambil berjalan kaki, dengan diikuti adik-adiknya; mereka menuju ke pihak Korawa guna memberi hormat kepada para bekas guru mereka (Bhisma, Krpa, Salya, dan Drona) serta mohon maaf karena terpaksa harus memerangi mereka. Para guru meramalkan, bahwa Yudhisthira akan menang”.

 

Data tersebut merupakan bagian dari ajaran Bhagawagita. Ajaran tersebut diberikan oleh Kresna kepada Arjuna, karena dalam Perang Baratayuda Arjuna merasa tidak percaya diri kalau harus menghadapi para leluhur dan guru. Namun, Kresna sebagai perwujudan Dewa Wisnu berhasil mengingatkan. Seorang satria harus bisa membedakan kepentingan pribadi dan umum. Jika mementingkan kepentingan pribadi maka dia akan menganggap keluarga itu lebih penting dari tugas, dan jika mementingkan kepentingan umum maka dia akan berperang demi tugas. Akhirnya, Arjuna menunjukkan jiwa kesatria dan melawan Karna.

 

Musyawarah

Musyawarah merupakan sikap yang tercermin dari kehidupan masyarakat Jawa. Apabila ditelusuri, ternyata musyawarah ini sudah muncul sejak zaman dahulu yaitu terlihat dari pembahasan dalam karya sastra. Sikap dan tindakan ini digunakan untuk memutuskan suatu masalah. Cara bermusyawarah yaitu dengan berkumpul bersama dan menentukan keputusan terbaik untuk kepentingan bersama. Musyawarah berbeda dengan voting, musyawarah lebih mengutamakan sikap saling berpendapat dan menghargai serta mejauhkan sikap egois.

 

“Duryodhana mengadakan rapat bersama Dussasana, Sakuani, dan Karna. Mereka memperingatkannya supaya jangan lupa, bahwa Krsnalah yang harus dipandang sebagai musuh mereka. Pelukisan mengenai datangnya malam dan dayang-dayang yang bercengkerama di bawah sinar bulan purnama, kemudian fajar yang menyingsing (4.4-6.7). atasn perintah Duryodhana semua berkumpul di bangsal agung. Krsna mengajukan permintaan agar perselisihan diselesaikan secara damai dengan membagi kerajaan. Usulnya didukung oleh Dhrtarastra dan para rsi, oleh Drona dan Bhisma dan akhirnya juga oleh ibu suri, tetapi Duryodhana dan kawan-kawannya tetap bersikeras, menolak usul itu dan bahkan merencanakan membunuh Krsna. Karena maklum akan rencana mereka, Krsna meninggalkan bangsal agung penuh rasa marah, lalu menampakan diri sebagai Wisnu dalam perwujudannya yang serba menakutkan, sehingga para Korawa gempar ketakutan. Yang lain berusaha menghilangkan kemurkaannya dengan memujanya; mereka mohon supaya jangan memusnahka para Korawa sekarang (karena alasan yang mengherankan, yaitu andaikata para Korawa sekarang dimusnahkan maka sumpah Bhima tidak akan terpenuhi) (6.8-8.9). Krsna mohon diri dari Kunti yang minta agar menyampaikan pesannya, supaya dalam perang yang kini tak terelakkan, mereka bersikap sebagai ksatriya dan jangan ragu-ragu mempertaruhkan nyawa mereka. Ketika berangkat; Karna melepaskannya dan menemani Krsna untuk sebagian perjalanan.krsna dan kemudian Kunti mendesak Karna agar memihak pada para Pandawa, tetapi sia-sia; ia tak dapat dibujuk untuk meninggalkan sahabat-sahabatnya (8.8-11”).

 

Data yang diambil tersebut mengungkapkan isi mengenai keadaan di Kerajaan Astina ketika dilaksanakan musyawarah untuk membagi kekuasaan antara Pandawa dan Kurawa. Pihak Pandawa mengutus Kresna dalam musyawarah tersebut, sedangkan Kurawa mengikuti langsung musyawarah itu. Selain kedua belah pihak, musyawarah itu juga dihadiri oleh para leluhur, antara lain Adipati Dhrtarastra , Bhagawan Bhisma, dan Pandhita Drona. Disayangkan, musyawarah tidak mencapai kesepakatan. Kurawa memilih menentukan kekuasaan Kerajaan Astina dengan peperangan yang dinamakan Perang Baratayuda.

 

Berstrategi atau Bersiasat

Berstrategi atau bersiasat dalam sebuah peperangan itu dianggap penting dan wajib dilakukan. Tujuan dan berstrategi adalah untuk memperoleh kemenangan dari musuh. Kedua belah pihak diperbolehkan berstrategi, namun sebelumnya mereka harus mengatur aturan dalam peperangan. Strategi tidak boleh bertentangan dengan aturan yang telah dibuat supaya keadilan bisa tercapai.

 

“Dengan tiada henti-hentinya pertempuran berlangsung terus sampai keesokan hari. Drona menewaskan tiga cucu Dropada, kemudian membunuh Dropada sendiri maupun raja Wirata. Dhrstadyumna bersumpah akan akan membalas perbuatan itu (19.7-25). Karena nampaknya Drona tak dapat dikalahkan dalam pertempuranbiasa, Krsna mengusulkan suatu muslihat. Dengan suara lantang mereka akan menyerukan, bahwa Aswatthama gugur, supaya Drona, ayahnya, menjadi putus asa. Semula Yudhithira dan Arjuna berkeberatan terhadap perbuatan yang tidak pantasbagi seorang ksatriya, tetapi ketika Bhima membunuh seekor gajah yang juga benama  Aswatthama dan semua berpekik bahwa Aswatthama mati, maka Yudhisthira yang jujurpun tidak keberatan lagi untuk ambil bagian dalam tipu muslihat itu. Drona jatuh pingsan dan Dhrstadyumna memenggal kepalanya”.

 

Strategi atau siasat yang digunakan dalam peperangan memang sangat menentukan kemenangan. Ahli strategi yang diperebutkan dalam kisah Mahabarata adalah tokoh Kresna yang sebagai perwujudan Dewa Wisnu. Pada akhirnya, Kresna memilih untuk menjadi penasihat Pandawa dalam Perang Baratayuda. Contoh yang diambil dari data, yaitu ketika Pandawa menghadapi Pandhita Drona. Saat itu Pandawa sudah mulai putus asa atas kesaktian Pandhita Drona, namun berkat strategi Kresna akhirnya bisa menang. Kresna mempunyai strategi untuk mengganggu pikiran Drona dengan mengatakan bahwa Aswatthama  meninggal. Ketika pikiran Drona sedang terganggu, maka dengan mudah Drestajumena. (*)

 

Keterangan: dikutip dari makalah Teori dan Penerapan Terhadap Periodisasi Sastra Jawa oleh Bangkit Irmanudin Bahri

No comments:

Post a Comment